Hari ini juga mungkin menjadi hari paling mengenaskan bagi gue, karena gue agak gak yakin tentang kelompok gue, soalnya setiap latihan juga bisa dibilang jarang. Setiap latihan pasti ada yang kabur, dan biasanya yang kabur itu yang cowok. Karena gue cowok, jadi gue kabur.
Puisi yang dimusikalisasikan oleh Kepin (cewek), temen gue, cukup ribet. Terutama dalam hal menyesuaikan nada, juga menghafal. Selain nyanyi, guru Bahasa Indonesia gue juga mengharuskan kalo setiap anggota kelompok harus membaca puisi, minimal satu baris. Gue sering cabut, liriknya ribet, dan juga puisi yang gue baca seakan memojokkan para jomblo, karena salah satu kalimatnya ada yang berbunyi, 'Aku tak peduli cinta...'
Entah kenapa gue juga merasa terpojok.
Sedikit ngeflashback, tugas musikalisasi kelompok ini diberi waktu sampai selesai dalam waktu 1 bulan. Gue juga belom dapet kelompok, karena setelah survey di beberapa kelompok, gue ada perasaan gak enak yang menyebabkan gue gak masuk kelompok manapun. Eh.. akhirnya gue dimasukkin ke kelompok Udin,
Meskipun dikasih waktu 1 bulan, tapi tampaknya kelompok gue cuman latihan di minggu ke 4 alias di minggu terakhir bulan Oktober. Gue belom hafal lirik, nada masih salah sana-sini, gue juga masih ngebaca puisi kayak lagi bacain cerita ke anak-anak TK yang lagi tidur, karena mereka bosen ngedengerin cerita gue.
Gue gak kebayang gimana jadinya kelompok musikalisasi gue nanti. Apakah bakalan gagal? Atau malah sukses? Atau mungkin, setelah kelompok gue tampil, tiba-tiba ada produser musik dangdut keliling yang ngajak kelompok gue buat dangdutan keliling RT gue? Gue gak tau apa yang akan terjadi.
Di kelas gue, pelajaran Bahasa Indonesia seminggu itu dua kali, yaitu hari rabu dan jum'at. Hari rabu lalu, guru gue mengadakan gladi resik dengan menampilkan kelompok-kelompok musikalisasi yang tampaknya belom pada siap. Tujuan guru gue ini adalah untuk melihat sejauh mana kemampuan kelompok-kelompok musikalisasi di kelas gue.
Anjrit! Gue kaget. Gue jantungan, dan pingsan. Sedetik kemudian gue sadar kalo itu cuman bayangan bego gue aja. Gue belom hafal betul lirik kelompok gue, juga puisi yang harus gue bacain juga masih terbata-bata, seakan gue gagap.
Guru gue menentukan kelompok-kelompok yang tampil dengan cara gambreng, supaya adil. Perwakilan kelompok gue adalah Novita, cangcorang yang bisa berbicara. Novita ikutan gambreng bareng perwakilan kelompok-kelompok lain, dan... hasilnya kelompok gue tampil belakangan. Gak gue sangka ternyata ada cangcorang yang bisa gambreng, menang pula.
Alhasil, dari 5 kelompok, kelompok gue tampil terakhir. Gladi resik itu pun berlangsung dengan hikmat. Tapi tetep, gue masih belom hafal lirik kelompok gue sendiri.
Selang dua hari kemudian, hari jum'at datang. Hari yang ditunggu-tunggu kelas gue, dan hari yang paling pengen gue hindarin bulan ini. Hari pengambilan nilai musikalisasi perkelompok.
Cara gue membaca puisi emang udah sedikit meningkat dari sebelumnya, dimana suara gue yang kayak guru-guru TK yang sedang berdongeng, kini berubah seperti suara Chairil Anwar, meski gue gak tau suaranya kayak gimana. Gue juga memainkan alat musik, yaitu botol bekas obat yang diisi beras, dikecrek-kecrek gitu deh. Lumayan bunyinya sih, gak bagus-bagus amat dan gak jelek-jelek amat. Tapi lumayan, daripada gue gak main alat musik sama sekali.
Dan pelajaran Bahasa Indonesia dimulai. Penentuan kelompok yang tampil ditentukan dengan cara gambreng lagi. Kelompok gue kembali diwakilkan oleh Novita,
Yang ngebuat gue penasaran adalah, ketika gambreng dengan perwakilan kelompok lain, Novita gak menang-menang. Malah perwakilan kelompok lain yang loncat-loncat sambil lari kijang gara-gara kegirangan. Hasilnya.. Novita kalah, dan kelompok gue tampil PERTAMA. Gue panik, Yoga panik, Udin joget, eh maksudnya panik juga. Kelompok gue serentak bilang 'YAAAHHH' karena kita tampil pertama.
Mau gak mau, malu-malu tapi harus, akhirnya kelompok gue maju. Muthia dan Kepin main gitar, Anisa, Yoga, dan gue main 'botol-diisi-beras' kecrekan, dan Udin main paralon yang ditutup salah satu lubangnya dengan karet, jadi semacam alat musik pukul gitu. Oh iya, gue lupa Novita main apa, kalo gak salah dia main kecrekan juga, tapi gak tau deh.
Semua anggota gue kebagian buat ngebaca puisi. Gue juga kebagian, tentunya. Pembukaan lagu diawali dengan puisi Novita yang suaranya kedengeran satu ruangan. Ekspresinya juga bagus. Sebenernya pas baca puisi gue pengen gak pake ekspresi, cuman yang bikin cungai itu adalah guru gue mengharuskan pembaca puisi memasang ekspresi yang sesuai dengan puisi yang dibawakan. Dan kebetulan, lagu dan puisi gue itu bertema cinta dah kasih sayang. Oh syit, i can't take this anymore.
Lagu berjalan baik, tapi problem gue dari awal adalah gue belom hafal betul. Terpaksa deh gue cuman buka mulut ngikutin irama, tapi tetep aja timing gue gak tepat, liriknya juga salah. Bala nih.
Tiba saatnya Yoga membaca puisi. Yoga membaca puisi dengan bagus, tanpa teks tentunya. Suaranya juga keras. Tapi, disela-sela baca puisinya, pasti selalu diiringi tawa yang diubah jadi batuk. 'Hiihihih... huk.' Tiba saat Udin ngebaca puisi. Alat musiknya yang ukurannya dua kali perutnya, ditaroh perlahan, tapi jatoh juga. Udin juga membaca puisi dengan bagus. Sesuai dengan keadaan.
Udin nyolek gue, 'Di, buruan.' Itu adalah tanda dimana gue harus baca puisi. Gue maju selangkah ke depan, dan mulai baca puisi : (diingetkan untuk jomblo untuk tidak membaca baris pertama)
"Aku tidak perduli cinta..
Yang aku tau.. hati ini tetap menunggumu..
Didalam do'a ku.. ku tetap memintamu
Meski hujan, meski terik..
Ku akan tetap menantimu"
Karena disuruh membaca puisi + gerakan-gerakan yang sesuai dengan puisi, gue turutin. Tangan gue mendekap ke dada, saat membaca 'Di dalam do'aku..' seakan gue sedang berdoa. Padahal kalo dipikir-pikir, tangan mendekap ke dada itu seperti berkata 'TIDDAAAAAK!!!!!' kepada seseorang cabul, yang nyoba nyolek-nyolek gitu. Ih..
Selesai baca puisi, gue mundur. Gue malu setengah
Tapi gue juga lega, akhirnya bagian gue udah terlewatkan. Sisanya, penampilan kelompok gue bisa dibilang lancar.Gak ada polisi, dan gak ada kerusuhan kayak lagi nonton dangdut. Pas kembali ke tempat duduk kelompok, Yoga bilang ke gue, 'Yaman Di, kita udahan.. ternyata kalo maju pertama itu enak juga ye. Kalo udahan kan lega. Gak kayak kemaren kita tampil belakangan, deg-degan.'
Gue setuju apa yang dibilang sama Yoga. Emang ternyata tampil pertama itu deg-degan, tapi pas udah selesai, itu rasanya lega banget. Mumpung kelompok-kelompok yang lain belom maju, akhirnya gue memutuskan buat ngegodain kelompok-kelompok lain, dengan ngetawain dan ngikik ala kuntilemak.
Sekian. Hari gue berakhir dengan pulang ke rumah keujanan.
0 Tanggapan:
Post a Comment
Budayakan berkomentar yang baik yaa...
Jangan komentar yang menyakiti orang lain, menjelek-jelekan orang lain, SARA, dsb. Thanks buat perhatiannya!