Saturday, September 10, 2016

Gue dan TBC : Gejala (part 1)

Uhm, agak sulit untuk nulis ginian karena parnonya masyarakat tentang orang yang mengidap TBC.

Tapi karena ini blog gue, yaaa...

Santai aja lah.

Jadi, kali ini gue akan menceritakan gimana gue bisa mengidap penyakit TBC, yang menurut situs alodokter.com merupakan penyakit menular yang menyebabkan masalah kesehatan terbesar kedua di dunia setelah HIV.

Buat yang belum tau, TBC ada dua tipe, yaitu paru dan ekstra paru. Tipe paru merupakan tipe yang menyerang paru-paru dan ekstra paru merupakan tipe yang menyerang organ lain selain paru-paru dan menyerang organ-organ vital lain seperti kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, dan lain-lain.

Untuk gejala-gejalanya sendiri yaitu :
1. Batuk lebih dari 21 hari atau sekitar sebulanan, bisa disertai dengan dahak bercampur darah atau tidak;
2. Nafsu makan menurun dan turunnya berat badan;
3. Sering terlihat kelelahan dan sering demam;

Mungkin itu aja yang bisa gue jelasin tentang TBC. Selanjutnya silahkan cari di sumber lain dan biarkan gue untuk bercerita.

Kisah gue mulai batuk-batuk ini terjadi ketika bulan Ramadhan tahun ini. Pada awal Ramadhan, ketika gue sholat Tarawih di masjid dekat rumah. Masjid yang menggunakan AC didekat pintu dan pintunya selalu terbuka sehingga sepoi-sepoi angin masjid hanya terasa bagi yang sholat di bawah hembusan kipas AC.

Malam itu, ketika sedang sholat, ada salah satu bapak-bapak yang nggak gue ketahui lokasinya dimana, tetapi dekat karena gue mendengar suara batuknya seperti hanya berjarak beberapa orang saja. Orang ini terus-terusan batuk dengan jadwal batuk per beberapa menit yang konstan, mungkin 4 batuk/3 menit sehingga sedikit mengganggu gue dan mungkin orang-orang lain yang sedang beribadah. Posisi sholat bapak tersebut didekat pintu dan dekat dengan AC, sedangkan gue sedikit ketengah meski hanya berjarak beberapa orang dari bapak tersebut. Kebetulan, kondisi gue selama bulan Ramadhan sangatlah tidak fit, entah kenapa. Gue sendiri bingung karena hari-hari gue selama bulan Ramadhan tidak berjalan dengan sebagaimana gue menjalani Ramadhan tahun lalu dan 2 tahun lalu. Jadi gue seringnya hanya tidur siang dan bayar hutang tidur gue karena sering bergadang belajar karena ulangan atau karena nonton film. Ohya, dan juga karena suka minum kopi.

Pulang dari shalat Tarawih, gue mulai batuk-batuk. Gue gak perduli dan pulang kerumah, lalu tidur cantik.

Namun, batuk gue tidak kunjung berhenti, dan semakin parah. Di suatu malam di minggu-minggu terakhir Ramadhan, selesai minum obat batuk yang bisa dibeli semua orang gue pun ngomong ke Mama gue, Mama yang selalu mau dengerin meski dengerin nilai ulangan atau ngomongin tentang masalah cewek. Gue bilang, "Ma, kayaknya Hadi batuk ketularan orang waktu tarawih deh. Dia kayak batuk-batuk gitu deh." "Waduh bisa jadi itu, Di. Batuk berulang-ulang gitu ya?" jawab Mama.

"Iya." Jawab gue, dan akhirnya gue pun mulai mikirin tentang diri gue. Obat batuk yang gue minum emang menghilangkan batuk beberapa saat, namun nggak meredakan.

Batuk gue berlanjut sampai lebaran idul fitri, dan sampai masuk sekolah. Meskipun udah merasa reda, namun badan gue yang lemes saat puasa yang gue anggap wajar karena gue puasa, masih gue rasakan sampai gue masuk sekolah. Hari-hari terakhir liburan gue pun gue sempatkan untuk berkunjung ke dokter dekat rumah. Diberi pesan ke gue dan ayah gue, "Pak, kalo sampai obat ini habis dan gejala masih terus berlanjut, tolong dicek di rumah sakit"

Oiya, sebelum gue memasuki memasuki libur lebaran gue juga udah mengalami kesulitan menelan karena sakit di daerah leher, yang makin parah ketika gue masuk sekolah. Gue harus terus-terusan minum air agar daerah leher gue tidak sakit.

Gue pun hadir di 1 minggu pertama tahun ajaran baru. Dari senin-jum'at. Senang rasanya menjadi anak kelas 3 dan sebentar lagi akan lulus dan menjadi mahasiswa. Namun sakit ini semakin parah. Pada hari Minggu tanggal 24 Juli 2016, ketika gue menghadiri tes bimbel di daerah Supomo, Jakarta Selatan, rasanya di daerah leher gue tercekik ketika kering dan bernafas. Paham?

Ketika gue mencoba bernafas dengan pernafasan dada dan mencoba menginspirasi secara dalam atau mengambil nafas secara dalam, gue tiba-tiba merasa diberhentikan dengan lubang pernafasan gue tertutup sehingga gue berhenti bernafas sesaat. Gue nggak terlalu panik dan mengambil air. Kenapa nggak panik? Karena gue sebelumnya sudah beberapa kali seperti itu dan gue udah panik. Kan nggak terlalu lucu kalo gue panik meski udah tau apa yang harus dilakukan. Akhirnya gue bisa bernafas kembali dan terima kasih untuk air didalam botol yang disediakan Mama, meski tes yang gue lakukan nggak maksimal tapi gue masuk kelas yang bagus kok.

Yang isinya anak SMAK semua.

.....

Hari ini berjalan dengan baik, dan merupakan hari sebelum hari senin dimana besoknya gue harus menjadi anggota dari upacara bendera di sekolah gue. Sebenernya ada enak nggak enaknya jadi gue. Entah bisa dibilang enak atau nggak, tapi kalo misalnya lagi upacara, karena badan gue tinggi dan matahari lagi naik dari sebelah kanan barisan-barisan upacara, dan barisan cewek ada di sebelah kiri cowok, jadinya cewek ketutupan bayangan cowok yang tinggi sehingga mereka nggak kepanasan.

Dan cowok yang bayangannya menyelamatkan cewek itu banjir keringat seperti pertama kali berkunjung ke Taman Lawang. (Padahal belom pernah dan gak mau)

Tanggal 25 Juli 2016 adalah hari dimana gue menjelang pingsan pertama kali saat upacara. Menurut gue itu adalah hal yang memalukan karena gue suka ngetawain orang yang pingsan kalo upacara. "lemah" gitu. Eh gue yang lemah. Ternyata gini rasanya.

Dimulai ketika pertengahan upacara, gue merasa pandangan gue kabur, kepala gue pusing, mata gue berair, dan ingin pup. Gue langsung nanya Rama, temen gue yang ada didepan gue dan bilang, "Kalo mau ijin gimana?" "Langsung aja kebelakang"

TENTUNYA gue nggak langsung kebelakang. Gue diam sejenak berusaha nenangin diri, tapi gabisa. Gue mikir kenapa ini terjadi, tapi pala gue pusing. Akhirnya gue kebelakang karena menyerah, dan minta ditemenin temen gue yang paling belakang di barisan, Angga untuk nemenin gue ke UKS.

Ya! Hadi akhirnya pergi ke UKS untuk pertama kali. Dan entah kenapa, diperjalanan menuju uks pandangan gue yang blur mulai jelas dan muncul perasaan senang.

Didepan UKS, gue ditanya seperti diinterogasi tapi nggak selesai. Kejadiannya gini:
"Sakit?" kata cewek yang jaga.
(mikir kenapa gue ke UKS kalo gak sakit. Mungkin gue pengen pipis jadi kesini)
"Iya. Sakit. Pusing banget hampir pingsan tadi." jawab gue.
"Oh, yaudah masuk sini."

Gue nggak langsung masuk, lho. Bukan, bukan mau cabut.

"Eh, sebentar dulu deh ya," kata gue tiba-tiba.
"Mau kemana?" jawab si cewek.
"Ke toilet dulu sebentar."

Yap, gue pup. Itu adalah pup terindah di awal kelas 3 SMA gue. Dan gue masih menantikan pup-pup indah lainnya.

Gue kembali dengan pandangan yang masih berkunang-kunang ke UKS setelah menikmati pup. Gue masuk ke UKS dan lupa buka sepatu jadi gue diliatin oleh anak-anak PMR. Jadi saran gue, biar semua mata tertuju pada kalian, lakukanlah hal yang aneh atau nggak boleh, tapi nggak liar dan bodoh supaya semua mata tertuju pada kalian.

3 detik

Di dalam UKS gue ditanyain kenapa, dan gue rangkum semuanya di blog ini dalam 3 kata, "mau ijin pulang." Kebetulan obat yang gue dapet dari dokter sebelum gue masuk sekolah itu habis semalam, dan gue bilang obat dari dokter habis. Gue ijin pulang dan minta dijemput Ayah gue.

TENTUNYA, bagi siswa yang ingin pergi dari sekolah setelah dia masuk harus ada surat ijin, yang ditandatangani oleh guru piket, wali kelas, guru pengajar, dan gue sendiri. Setelah mendapat tanda tangan guru piket, gue mencari wali kelas gue Maam Sri, guru Bahasa Inggris. Setelah gue tanya-tanya dan ngobrol, dia bilang ke gue kalo gue butuh di cek ke dokter. Percakapan yang terjadi kira-kira seperti ini:

"Assalamualaikum Maam. Saya mau ijin pulang Maam, sakit."
"Waalaikumsalam, Hadi. Sakit apa? Maam dari kemarin perhatiin kamu sakit."
"Iya Maam hehe. batuk-batuk."
"Kamu nggak ngerokok?"
"Boro-boro, Maam. Kena asap motor dikit saya udah batuk-batuk gitu."
"Hm... Maam mau ngobrol sama Ayah kamu. Yang jemput ayah kamu kan?"
"Iya mam, silahkan."

Mereka pun ngobrol, lalu gue mencari tanda tangan guru lainnya. Dan akhirnya gue pun pulang dari sekolah.

------------------------------------bersambung.-----------------------------------------

Tanggal 25 Juli 2016. Adalah hari dimana gue menjelang pingsan pertama kali saat upacara. Dan hari dimana gue di vonis TBC.

Tunggu lanjutannya ya.


.
.
.
.
.
-hadiwwwwwwwwwwwwwwww




Sunday, September 04, 2016

Kelas 3 : Awal dari sebuah langkah besar yang cukup... menye(ramkan)nangkan kok.

Gue duduk disini, menikmati hujan dan menikmati diri gue yang hanya bebas beberapa jam. Daripada gabut, ngescroll instagram, nggak ada yang ngechat, dan melakukan sesuatu yang benar-benar tidak berguna, apa salahnya untuk mulai kembali menorehkan celotehan di dunia yang 'bebas' ini.

Internet.

Gue sadar akan tanggung jawab gue untuk mengurusi 'anak' yang udah gue buat sejak 2014an, yang memutuskan untuk kembali meneruskan untuk menulis semenjak post tidak berguna terakhir gue di post.

Gue mulai ngeblog di blog terakhir ini kira-kira pas kelas 3 SMP. Dimana masih culun, masih suka untuk memilih tidak mendengarkan guru dan menggambar di halaman belakang buku tulis, masih lebih tertarik dengan dunia maya dibandingkan dengan dunia nyata, dan rapuh. Duh, lemah. Sekarang? Gue udah kelas 3 SMA, dimana kelas baru dimulai pada akhir bulan Juli 2016. Gue udah belajar bertahan hidup, berkembang, mencoba menjadi pribadi yang lebih baik, jatuh bangun naik turun dipipisin semua udah gue hadepin. Giliran udah di kelas 3, ya.. nggak banyak yang bisa di ceritain lagi.

Dititik ini gue mulai menyadari betul apa penyebab gue tidak sekonstan mengepost hal-hal seperti dulu. Dari kelas 3 SMP dan kelas 3 SMA, hanya terpaut 3 tahun. Tapi, perubahan drastis terjadi dengan anak yang tidurnya masih ditemenin mama atau masih ngompol, menjadi anak yang lebih dewasa dan tidurnya udah pipis dulu. Ada gitu, proses yang bakal dilalui semua orang. Katanya sih namanya proses menjadi dewasa.

Cih.

Semua hal-hal yang menurut gue konyol di SMP, ketika gue telaah kembali gue mikir, "Sebegitu bodohnya kah gue..." "Retard level gue kira-kira udah sampe dirate 3.14/5 sama IGN"

Cringy, gitu lho?!?! Karena konten yang dibuat pada masa pembodohan itu, ketika kita review lagi, terlihat sangat bodoh. Dan hal yang sangat bodoh itulah yang membangun kita.

"Tapi Di, gue gak perduli tentang apa yang lo omongin tuh?"

Ok.

Gue udah kelas 3, gue duduk di bangku sekolah menengah atas di Jakarta. Namanya SMAN ** Jakarta. Tempat dimana kekompetitifan itu benar-benar di uji. Ya, kek main hunger games tapi versi anak SMA lah. Mencoba bertahan hidup diantara nilai-nilai, materi, guru killer, dan kehidupan personal.

Mumpung kelas 3, muncul tuh pikiran-pikiran dari kepala gue buat ngecilin celana, ngecilin baju bagian  perut, ngecilin kaos kaki, dan lain-lain. Alasan utama dari semua hal yang pengen gue kecilin adalah..

Lingkar kaki celana udah kayak celana cutbray. Gue sebenernya tidak terlalu mempermasalahkan celana yang dibeli nyokap gue, meski ukuran yang pas dengan gue itu ukuran 29. Tapi, masalahnya badan gue kurus. Benar-benar kurus karena gue ternyata mengidap penyakit yang bikin kurus (bakal ada postnya). Kan bisa dibayangkan gitu, anak yang kurus pake celana cutbray.

Cewek yang mau diajak kenalan aja mungkin ragu untuk menjawab sapaan gue.

Tapi terserah lah, niat-niat yang sebelumnya gue udah rencanakan akhirnya tidak berjalan dan gue tetap menggunakan celana cutbray tersebut. Lagian juga, lega cuy. Ada rongganya, biar udara bisa masuk. Terus juga kalo lo berdiri diam dan mengerakkan badan ke arah kiri dan kanan dengan kaki yang diam, lo bisa melihat celana lo berayun melawan arah. Isn't that cool????

Hm, mungkin definisi keren buat gue dan lo itu berbeda, atau diantara kita cukup bodoh.

Kelas 3 mulai dijejelin materi yang harus selesai dalam 1 semester. Dijejelin ampe kadang kita udah bisa memprediksi kapan ulangan. Kayak misal pelajaran Biologi hari Jum'at lalu di kelas gue. Setelah guru gue selesai mempresentasikan tentang metabolisme dan katabolisme, gue bilang pelan-pelan secara bercanda sampe didenger Dita, temen sebangku gue.

"Minggu depan ulangan ya nak" kata gue, sambil memprediksikan kata-kata yang akan guru ucapkan.
"Anjir jangan lah" jawab dia.
"Gadeng yakali."

SEPULUH MENIT KEMUDIAN, guru gue langsung bilang, "Hmm presentasi sudah selesai, (lalu volume suara naik) minggu depan ulangan ya, nak."

Teman-teman gue yang awalnya tertidur lalu bangun karena pelajaran biologi ada di pelajaran terakhir hari jum'at, yang lagi ngerjain soal tryout dari bimbelnya, yang lagi main telegram, semua bilang. "YAAAAAAAAH BU KOK ULANGAN?"

Kecuali gue, gue kicep. Kok gue merasa berdosa ya...

Dan ternyata diundur karena belum praktek percobaan sachs dan ingenhousz.

Hal lain yang gue rasakan ketika gue sudah menjadi 'agit' (bahasa keren, dibalik jadi tiga. Artinya kelas tiga), dalam ruang lingkup yang lebih besar yaitu kelas gue, kelas gue selalu menjadi bahan percobaan dalam ulangan. Ngerti?

Misal gue kelas A, jadwal ulangan hari Senin. Lalu kelas B C D, ulangan hari selasa atau hari rabu atau selanjutnya. Kan otomatis jadinya kelas B C D bakalan nanya soal ke kelas gue, bentuknya gimana dan sebagainya. Gue sih nggak terlalu keberatan, tapi agak gimana gitu ya. Kita udah belajar tapi kita kasih tau soalnya otomatis kelas lain akan mendapat nilai lebih tinggi.

Jadi menurut gue akan lebih fair kalo bahan materinya sama, tetapi soal yang diberikan berbeda. Jika semakin jauh hari kelas tersebut ulangan, makan soal semakin sulit. Dengan catatan kelas A diperkenankan untuk menshare soal. Hal tersebut mungkin akan menguntungkan untuk kelas A, karena kelas B C D kemungkinan besar akan belajar dari kelas A yang pure dapet soal A. Kenapa menguntungkan? Karena kelas A tidak akan merasa dirugikan untuk memberikan soal ke kelas lain karena soal A merupakan soal di hari H, sedangkan B C D mungkin akan mendapatkan soal yang kesulitannya disimbolkan oleh (1+α), dengan α (alfa) adalah tingkat kesulitan yang terus naik di H+1, H+2, dan seterusnya. Contoh, dengan α=0,1: jika kelas A dengan soal A ulangan di hari senin atau H dengan tingkat kesulitan 1, maka kelas B ulangan dengan soal B di hari selasa (H+1) dengan kesulitan 1,1. Dan seterusnya. Akan tidak menguntungkan bagi kelas terakhir ulangan, tapi mereka memiliki kesempatan untuk menanyakan soal.

Parah sih. Haha. Biar gak parah, ya... α nya kagak usah gede-gede, kan bisa 10^-33.

TAPI KATA-KATA GUA KEBUANG PERCUMA HAHAHA.

Namun, sebenernya dari hati gue terdalam (jadi yang diatas itu boongan suwer. bercanda woi.) mendingan tiap kelas tipe soalnya beda-beda deh, dari materi yang sama. Tapi diliat dari mata pelajarannya juga sih. Kalo kayak sejarah, matematika, matematika peminatan, mungkin bisa dibuat soal yang mencukup untuk setiap kelas. Tapi untuk soal Fisika ataupun yang lain, sulit untuk menemukan soal dengan kesulitan yang sama jika harus dibuat soal-soal yang memiliki kesamaan, kecuali kalo angka-angkanya beda.

Pendapat aja sih. Pala gue puyeng. Tapi pasti setiap guru punya solusinya masing-masing. Jadi, percayalah dengan guru tersebut, percayalah dia akan membantu kita dan membuat kita tidak remedial ulangan.

:"))

Aspek lain yang gue dapatkan dari belajar di kelas 3 di awal-awal semester ini, penumpukan tugas. Ya, gue, Muhammad Hadi, orang yang termasuk tidak disiplin namun pulang sekolah selalu tepat waktu menyatakan kalau ini mungkin normal. MUNGKIN. Semakin tinggi kelas semakin tinggi kewajiban yang harus dilakukan. Kalo niat ngerjain mah, santai pasti bisa. Kalo ga niat ngerjain mah, biasanya ngeliat temen. Kalo ga niat sekolah sih, gabut. Kayak 'dunia lo dunia gue beda' deh!

Mau gak peduli sama tugas, tapi tugas itu kan akan selalu menghampiri tugas. Tugas itu tanggung jawab kita, meski kita ogah-ogahan. Suka gak suka, abis minggu tetep senin jadi ya tugasnya harus dikumpulin.

Hal terakhir di post ini yang ingin gue bicarakan, adalah 'rolling guru'. Mutasi para guru.

Katanya, rolling guru dari sekolah A yang lebih banyak diminati dengan guru dari sekolah B yang ada di bawah sekolah A, akan membuat sekolah B tersebut diharapakan dapat menjadi banyak diminati. Kurang lebih infonya, silahkan dicari di google dengan keyword 'mutasi guru'.

KURANG EFEKTIF. YA.

Kenyamanan itu dibutuhkan dengan cara mengajar guru yang berpengalaman di sekolah tersebut, tetuah dari kakak kelas yang pernah diajar, reputasi guru di sekolah tersebut, dan pengalaman sendiri. Masalahnya adalah, guru yang dimutasi adalah guru yang sudah senior, sudah lama mengabdi disekolah lamanya. Sudah menjadi bagian yang menyatu dari sekolah lamanya. Namun tiba-tiba hal tidak efektif seperti ini terjadi.

Kenapa? Kenapa tidak menunggu guru tersebut menyelesaikan tahun ajarannya terlebih dahulu? Kenapa? Kalian berpikir adaptasi guru baru dengan siswa akan semudah yang dibayangkan?
Kenapa? Belum tentu lho guru yang mengajar matapelajaran A akan mengajar matapelajaran A juga di sekolah baru.

Hal ini menjadi sangat menyedihkan menurut gue. Sampe ada yang buat change.org nya lho. Baca berita tentang mutasi guru ini di internet. Karena hal ini terjadi disekolah gue. Titik.

Berita : http://www.republika.co.id/indeks/hot_topic/mutasi_guru
Petisi : https://www.change.org/p/dinas-pendidikan-dki-jakarta-penolakan-mutasi-guru

Ngebuat seseorang nyaman itu butuh pendekatan, dan orangnya juga setuju untuk dibuat nyaman.

DAH.

Gue sedang kembali menulis nih! Semangat menulis gue sudah mulai kembali dan siap untuk menceritakan hal yang tidak intelektual. Setelah sekian lama gue down........ karena sesuatu yang akan gue jadiin post disini, gue bangkit.

Lagi nulis di word juga lho. Doa'in sebelum semester 1 jadi. Aamiin

c u later.

-udin