Monday, March 10, 2014

Yaampun...

Aaaa gue mau beraakkkkk!!!!! Seriuss!!! Gue juga hampir nosebleed gara-gara avatar orang yang ada di timeline gue!!! Bercanda. Hehe.
Ehm. Semoga cuma orang berdosa doang yang bisa ngeliat apa yang gue ketik barusan. Mudah-mudahan gak ada yang tau avatar siapa yang gue maksud. Termasuk juga gue. Amin.

Terlepas jadi jatohnya Yoga di lapangan dan gambar abstrak seni budaya gue, hari ini kelas gue praktek mulok! Tapi lumayan beda. Bukan kayak yang Moshi, Tragedi ini, dan juga bukan yang ini. Hari kelas gue praktek individual dengan membawa 2 tumpeng mini. 1 untuk guru, 1 lagi untuk murid dan dinilai cara makannya. 


Sebelum itu, gue ngasih foto ini dulu, sebagai permulaan:


pict by @AnisaWallad, lagi.
Itulah barang-barang yang harus dibawa hari ini. 

Tapi, kebanyakan anak tidak bisa menafsirkan secara jelas apa yang ditulis di papan tulis. Termasuk juga gue. Meskipun garis besarnya udah ditulis, tapi tetep aja masih banyak hal diluar nalar yang harus disiapin pas praktek mulok ini. Seperti taplak, tanaman hias, dan lilin. Wtf.

Pelajaran mulok dimulai dengan pergeseran tempat duduk. Tempat duduk dan meja di kelas gue yang ada 40 buah, diisi oleh 35 siswa kelas gue menurut absen. Dan sialnya, temen gue Arya duduk di tempat keramat. Muehehehe. Gue jadi ada bahan jahilan.

Sedangkan gue sendiri? Gue absen ke 21 di kelas, dan duduk di bangku barisan ke tiga dari depan, dan kedua dari pintu. Gue duduk samping Muthia

Gue pun mulai mengeluarkan bahan-bahan yang udah mateng, sesuai dengan foto yang gue kasih diatas. Gue membuat tumpeng nasi kuning berbentuk setengah mangkok dan lauk pauknya. Sesuai dengan foto diatas 'piring dari plastik atau kertas', Nyokap gue menyarankan untuk pake piring kertas biar langsung dibuang.

Piring kertasnya pun handmade. Karena gue males banget kalo bawa piring kesekolah, serasa tukang piring. Kalo pecah pun mager banget ngerapiin. Kalaupun melamin pun mager nyucinya. Akhirnya gue dan Nyokap membuat piring dari daun pisang. Banyaaak banget staples yang berpartisipasi dalam pembuatan piring daun pisang gue. Gue jadi takut kalo misalnya gue makan pake piring ini, staplesnya bakal ikut kemakan dan masuk tenggorokan. Gerak peristaltik yang ada di tenggorokan pun membantu staples buat merobek tenggorokan gue. Buset. 

"Oke, semua udah siap dengan bahan-bahan?" Kedengeran suara bu Linda, guru mulok gue yang tiba-tiba ada di ruang kelas gue. "Waktu kalian cuma 20 menit. Dimulai dari.... sekarang."

Entah kenapa gue serasa berada di master chef.

Gue pun menyiapkan barang sampai selesai. Sepanjang menyiapkan makanan pun gue gak bisa diem. Bukan bukan, maksudnya bukan pas gue lagi nyiapin tumpeng gue gak bisa diem kayak unta kepanasan, tapi gue ngisengin orang aja. Ngeledekin gitu. Ide yang terlaksana di kepala gue adalah ngebercandain kelingkingnya Kevin, tempat duduk keramat yang dipakai sama Arya, Dan Gilang yang bukannya memakai Garpu dan Sendok untuk makan tapi malah pakai sendok di masing-masing tangan kanan dan kirinya.

Setelah gue selesai, gue pun menyerahkan salah satu dari dua tumpeng setengah bola gue ke ruang guru. Kembali ke kelas, temen-temen mulai merapikan mejanya masing-masing, karena masih ada satu lagi tumpeng yang digunakan untuk penilaian tata cara makan siswa. Dan ini baru penilaian individual.

Seperti yang disebutkan dalam foto diatas, yang dinilai dari tumpeng yang gak diserahin ke ruang guru adalah:

-kebersihan (meja)
-ketertiban (gak banyak omong)
-kelengkapan makan (garpu, sendok)
-dan tata cara makan.

Banyak anak-anak di kelas gue banyak yang mejanya masing-masing. Ada yang mejanya dikasih taplak, ditaruh tanaman, dan masang lilin. Gue curiga mereka mau makan sambil nungguin partnernya selesai ngepet. 

Rasis! Kelas gue bisa dibilang rasis banget. Kenapa gue bilang kayak gini? Karena ada yang pake taplak, ada yang bugil (gak pake). Ada yang pake lilin, ada yang gak. Ada yang pake taneman, ada yang nggak. Ada yang bawa minuman, ada yang ngebiarin dirinya kehausan. Ada juga yang pake garpu dan sendok, dan ada yang pake sendok doang.

Gue? Sedangkan gue? Gue gak pake taplak, gak pake lilin, gak pake taneman, dan sendok yang gue pake adalah sendok bebek. Ituloh... sendok yang biasa dipake Ibu-ibu pengajian kalo dapet paket makanan... gatau cari sendiri deh di google. 

Penilaian pun dimulai. Jurinya adalah bu Linda dan bu Sri Subekti. Dimulai dari absen 1 Ahmad Nur Said sampai terakhir si Vasya. Gue absen ke 21 dari 35 orang, jadi gue masih bisa santai. Tapi, setelah guru makin deket, gue panik. Diaz dan Dika, dua orang sebelum gue, memulai tata cara makan mereka dengan berdoa. Beberapa menit kemudian mereka selesai, dan selanjutnya adalah gue. Oh shit.

Pas gurunya dateng, dia bilang, "Oke silahkan dimulai. Tolong kasih tau tata cara makan yang baik dan benar."

Gue memulai dengan berdoa. Selanjutnya ngambil sendok dengan kaki tangan kanan dan mulai makan. "Makannya biasa aja dong... jangan tegang." kata bu Linda.

Sekarang gue tanya sama lo semua, siapa yang gak tegang kalo makan di depan guru?!?! 

Beberapa saat kemudian, the teachers has passed by. Guru udah lewat. Segera gue bersyukur dan makan dengan biasa. Dan gue pun ngeliat ke arah Diaz, yang udah dinilai lebih dulu daripada gue. Sebelumnya dia makan dengan biasa aja, sekarang malah brutal. Tumpengnya ditebas sampe rubuh. Wew.

Setelah penilaian berakhir, gue tanya sama Muthia, "Mut, lo biasa makan sambil pasang lilin?" Gue nanya karena dia masang lilin. "Iyaa biasa sih." Buset. Gue jadi curiga dia ikut sekte ngepet. Gue pun nanya Risca, yang duduk di belakang Muthia. Dia pakai taplak, pakai tanaman, dan pake lilin sebagai hiasan mejanya.

"Ris, emang lo dirumah makan mejanya pake lilin?" tanya gue.
"Engga..." kata Risca.
"Terus, emang lo pake taplak?" lanjut gue.
"Engga juga.." bales Risca.
"Nah.. emang lo makan di rumah di depan tanaman?!?" Tanya gue lagi.
"Engga sih..."
"Buset. Mau aja lo nata segini banyak."

"Yah.. kan di sekolah doang. Biar dapet nilai bagusan gitu."

Ehh.. emang bener sih. Tapi... ternyata banyak juga yang ngepet di kelas gue. Ckckck.

Yep, this is the end of the post. Pelajaran yang dapat dipetik dari cerita ini adalah: Jadilah kreatif. Janganlah terpaku dengan apa yang ditulis di papan tulis. Oh iya, jangan lupa cuci tangan ya, ntar sakit perut kayak gue.

AAAAA PENGEN BERAAAKK!!!

0 Tanggapan:

Post a Comment

Budayakan berkomentar yang baik yaa...
Jangan komentar yang menyakiti orang lain, menjelek-jelekan orang lain, SARA, dsb. Thanks buat perhatiannya!