Thursday, April 19, 2018

dont judge a book by its cover

Ya, sebuah kalimat klasik yang menjadi makanan setiap kalangan ketika menemukan ketidaksamaan hawa dalam kehidupannya.

Terkadang, sulit untuk tidak memiliki opini yang menyinggung. Akan tetapi, bukanlah tidak mungkin untuk memiliki opini yang bukan hanya membuat orang lain mengetahui kita, tetapi juga bagaimana kita mengetahui orang lain.

Jujur, gue adalah orang yang dulunya selalu berprasangka. Berprasangka dalam kasus gue ini adalah gue selalu memikirkan hal terburuk yang akan terjadi atau dilakukan sebuah makhluk. Sampai gue sadar bahwa selain berprasangka adalah hal yang hanya membuang kalori, namun juga berefek negatif bagi si pelaku.

I used to think nobody will listen, except those who had 'known' me. Gue selalu tidak ingin berpendapat dan mengeluarkan suara akan suatu hal karena berbagai prasangka yang punya. Dan hal itu nggak membawa gue ke mana-mana.

Gue nggak bisa berpendapat bahwa gue adalah orang yang notabene berisik ataupun pendiam, namun ketika gue berada di tempat yang membuat gue merasa "Ya, ini tempat yang aman untuk bersuara" gue bisa berpendapat.

Seiring berjalannya waktu, gue sadar prasangka tidak membawa gue ke mana-mana. Keluar dari lingkaran merah pun menjadi salah satu yang masuk ke blue book gue. Secara bertahap, dialog antar dialog pun berhasil gue jalani dan hanya tersisa satu tembok terakhir yang tersisa. Ketika tulisan ini ditulis, tembok tersebut sudah runtuh.

Singkat cerita, gue berniat untuk keluar. Di lingkungan baru ini gue merasa jauh lebih bebas dibandingkan lingkungan-lingkungan sebelumnya. Izin pun haruslah gue buat, sebagaimana manusia beretika pada umumnya.

Gue belum sepenuhnya percaya dengan diri gue. Sangat jarang sepertinya bagi saya untuk percaya diri. Ketika ingin membuat izin, tembok prasangka terakhir masih menghalangi. Gue membeku. Gue pun diam selama tiga bulan.

Ketika yang lain memiliki kemampuan untuk berbicara, keinginan gue untuk melakukan hal yang sama bangkit. Gue dan dia merupakan manusia yang notabene memiliki morfologi yang sama, namun memiliki kesehatan psikis yang berbeda.

Suatu hal aneh terjadi setelah tiga bulan berlalu. Tepat sekitar tiga hari yang lalu, saya bertemu teman seperjuangan dan entah kenapa saya merasa saya tidak bisa lari dari masalah saya terus menerus. Tembok terakhir dari prasangka hanya menjadi penghambat bagi siapa pun yang berdiri di belakangnya. Dari situlah, tembok prasangka saya gugur. Dan ternyata, saya sadar bahwa prasangka hanyalah suatu bentuk kesadaran manusia yang berusaha untuk menyelamatkan dirinya dengan lari bersama pikirannya. Prasangka tidak selalu benar dan gue sadari itu. Sekarang sudah H-19, nih. Udah dulu ya.



















fml

Saturday, March 10, 2018

Friday, July 07, 2017

Merespon segelintir opini


Gue lulus SMA di bulan Juni 2017. Gue SMA di salah satu SMA di Jakarta, yaitu SMAN 28 Jakarta. Sejauh yang gue tau, sekolah gue adalah sekolah yang sangat nyaman untuk disekolahi (apakah itu sebuah kata, gatau deh) dan kalau dikasih rating 1,0 - 5,0 sekolah gue berhak untuk mendapatkan rating 4,9-5,0 ..... mungkin. Meski ada beberapa hal yang gue kurang sreg, tapi gue tetap bangga dengan almamater gue.


Lihat muka gue waktu masuk :

Kedua dari kanan.
Muka gue waktu mau lulus :

tiga tahun kemudian

Tentunya, buat kalian yang belom tau SMA gue mungkin akan googling dengan keyword  "SMAN 28 Jakarta" dan tentunya hal yang akan muncul adalah laman seperti ini :


Kalian geser kebawah sedikit dan kalian bisa liat hal ini :


Dibagian kanan bawah kalian bisa ulasan orang-orang tentang sekolah gue. Tapi skor yang ,didapatkan oleh sekolah gue adalah 4,7/5,0. Apa yang terjadi?

Gue gali lebih dalam dan ternyata ada sebagian yang berkomentar yang condong membuat rating sekolah gue tidak diatas 4,7. Oke, di post kali ini gue akan menjawab opini-opini mereka semua sebagai mantan siswa sekolah tersebut. :)

Gue agak bingung kenapa setelah meng-click ulasan melalui Google, rating-nya menjadi 4,6. Lho...

Opini ke-1 : "Gak sengaja lewat pas mau ke Pasar Minggu, kecilll banget sekolahnya. Cuma sebaris aja bangunannya 3 lantai. Gabisa ngebayangin gmn bosennya sekolah disitu. Walau favorit sekalipun, luas bangunan sekolah juga memberikan efek kepada ruang gerak murid2nya loh... (smiley face)" - F Indra

Oke, Pak F. Indra. Pertama-tama penulis pengen jelasin suatu hal. Sekolah kita emang cuma sebaris, tapi total yang siswa yang bisa ditampung perangkatan ada 7 kelas, total siswa menjadi kira-kira (dengan asumsi 36 orang perkelas) 756 orang. Dengan murid sebanyak itu pun kita yang punya dua lapangan masih cukup untuk menampung semua murid, beberapa kendaraan, ruang gerak untuk pasukan pengibar bendera, jarak antar murid dan barisan guru pun masih tersedia cukup lebar. Memang cuma sebaris, tapi jujur penulis nggak pernah merasa suntuk karena sekolah disitu karena lingkungannya mendukung kegiatan yang dilaksanakan siswa dan sekolah juga sangat kooperatif. Fasilitas sekolah sangat memadai, kantin yang ada sangat memenuhi (makanannya oke pula), dan masjid yang bisa menampung 1000 jamaah dan masih ada yang lainnya, murid-murid yang kreatif memanfaatkan lahan 'sebaris' tersebut dan sekolah yang mendukung menurut penulis statement saudara seperti pepatah 'don't judge a book by its cover' ya. Bisa kali, Pak, berkunjung kedalam baru bisa berkomentar.

Ngomong-ngomong, acara tahunan Thalassic SMAN 28 sejak saya masuk penutupnya aja selalu diadain disekolah lho, Pak.




Opini ke-2 : (Gue rangkum ya) "TITIK GPS PALSU"

Gue pengen banget ngomongin hal ini. Sejak aplikasi transportasi online menjadi booming, banyak siswa-siswi yang berangkat ke dan pulang dari sekolah menggunakan aplikasi tersebut. Gue kadang-kadang pakai ojek online, kadang-kadang dengan transportasi umum, dan kadang-kadang juga menggunakan bus sekolah (it's free). Gue nggak tau siapa yang memulai hal ini, tapi kalo lo gakmengangktifkan GPS di daerah sekolah dan lo memulai titik jemput mengandalkan kata-kata yang muncul setelah lo mengetikkan lokasi tanpa mengecek titiknya, hal yang terjadi adalah ini :


Ini adalah versi yang mungkin sudah lebih 'betul'. Sebelumnya, ketika gue langsung memasukkan SMAN 28 Jakarta di maps gojek, yang muncul malah Jl. Sebret I. Yang membuat gojeknya harus kesana, sedangkan Jl. Sebret ada di belakang sekolah. Orang pertama yang melakukan hal ini tentunya mindless piece of human, yang menyebabkan lokasinya tersimpan di database map gojek.

Kali ini kita ke grab. Gue akan menggunakan app grab punya orang karena grab gue diblokir tanpa alasan yang jelas, bodoh, dan gue disuruh minta maaf. 


Mungkin maps-nya sudah diperbaiki, Mas? Atau yang order salah lokasi? Jujur, peta grab sekitar setahun yang lalu merupakan yang terburuk dalam user experience gue. Karena nggak bisa geser ke lokasi yang sesuai seperti gojek. Hehe.



Opini ke-3 : "Sekolah favorit saya" -Juniardi Sitanggang (mas-mas grab yang sebelumnya bilang titik gps palsu)

Lho... mas... dalam tiga bulan berubah mas....

Opini ke-4 dan selanjutnya : (kebanyakan positif dan ada yang ngasih satu bintang tanpa ngasih alesan. Jahat.)

Yap, ini saatnya gue menulis review gue di laman tersebut!

"A place where I spent my 3 years worth of life. Kinda fun actually. Banyak banget orang yang serius belajar disini lho..."

Done. 5 bintang!

Makasih sudah membaca posting kali ini! Agak geregetan juga buat bales opini yang pertama. Tapi yasudahlah, semua orang boleh beropini dan gue boleh beropini juga.

gut bai my skul. i'll b bek


*catetan : ditunggu responnya, pak.

Sunday, July 02, 2017

hal yang bisa dilakuin ketika liburan dan gue gagal semua


Beberapa hari yang lalu gue baca post-an temen SMA gue, Ardivan, di blognya ini. Disana dia memberi banyak saran tentang apa yang harus dilakukan selama liburan. Dan berhubung dia adalah seorang calon mahasiswa baru, dia menulis tentang hal yang hal-hal yang mendingan dilakuin dirumah bagi seorang camaba ketika sekarang (lagi libur panjang banget).

Gue juga seorang camaba dan tentunya saran temen gue itu membawa sedikit motivasi untung gue untung melakukan hal bermanfaat juga.

Karena itu, gue akan memberikan sederetan hal yang bisa kalian lakukan ketika lagi liburan! (camba version)

1. Nulis

Sebenernya gue selalu menyempatkan diri untuk menulis ide-ide gue di sebuah buku. Dan pernah juga gue menuliskan di dalam aplikasi Microsoft Word.

Namun, berbagai kendala selalu gue hadapin.  Ide-ide itu pasti selalu hilang. Contohnya baru-baru ini, buku yang berisi hal yang ingin gue tulis hilang dan mood menulis gue jadi hilang. Ya, kayak udah nulis essai panjang, disimpen semalem, lalu esoknya kertasnya kena muntah gitu deh sampe gak bisa kebaca. Mana nggak inget apa-apa.

Gue udah berusaha untuk mencari ide ketika buang air besar dan mandi, namun hasilnya nihil. Emang ya, kalo nasi udah jadi bubur.

Yaudah.

2. Belajar sesuatu yang baru

Ini adalah poin yang disampaikan Ardivan di blognya. Untuk maba teknik silahkan baca ini, maba kedokteran silahkan baca itu, maba silahkan perhatikan gizi anaknya yang baru lahir, dan seterusnya.

Gue juga punya beberapa saran yang tentunya sudah gue coba dan gagal semua :

  • Belajar bahasa baru
  • Nyicil belajar untuk tahun ajaran baru
  • Dan yang paling penting dari semua hal yang dilakukan; "Produktif".

Iya. Gue gagal semua. For now.

3. Menjauhkan diri dari gadget sementara waktu

Gue udah berencana untuk melakukan hal ini ketika awal puasa. NIATNYA sih biar bisa ngelakuin hal-hal yang berguna dan produktif, tapi... ujungnya gagal juga.

Ada notif dikit, fokus ilang. Ada chat temen dari steam, fokus ilang dan pengennya main game. Ada steam summer sale, ngabisin duit beli steam wallet.

Mana dollar mahal.

Yaudahlahya.

4. Nyari duit

Ini bisa jadi alternatif bagi kalian yang gabut bukan main dan daripada waktu terbuang percuma membusuk di kasur dan disholatin, mendingan jual barang!

Ada banyak jalan menuju dompet tebal asal diiringi dengan kerja keras. Hal yang bisa kalian lakukan adalah menjadi dropshipper atau menjual barang bekas, misalnya. Atau jual jasa karena diri kalian punya nilai jual lebih? :)

Waduh, wacana gue yang ini tidak terlaksana. Gue malah sibuk menggendutkan diri.

5. Nabung

Sektor ini mungkin yang bisa gue andalkan sedikit selama bulan puasa. Uang jajan tetap jalan ketika puasa itu berkah, apalagi buat yang sabar (alias perhitungan) untung nahan untuk jajan ini itu.
Ini okelah gue. Bisa beli barang ini itu.

6. Melakukan hal yang jarang kalian lakukan, minat tapi nggak tau dah.

Ada banyak hal yang sebenarnya ingin gue lakukan, pernah dilakuin, tapi teralihkan hal lain. Contohnya motret. Atau bahasa kasarnya fotografi. Yaudahlah ya, karena iseng...







Tapi...

Ujungnya gue malah teralihkan untuk motret jari kaki gue sendiri.

They are very nice to me. Get well soon, my pinkie. Sudah sering kepentok pinggir meja dia.
Here's the pic:

I'll give you the original size of the pic. Nice thumb.

7. Di akhir kesempatan, mereview apa yang sudah kalian lakukan.

Sebagai kesimpulan, ada baiknya kalian review apa yang sudah kalian lakukan selama liburan. Tujuannya adalah supaya kalian dapat mengetahui seberapa produktif kalian selama liburan. Seperti gue, yang menyesal setengah mati karena tidak melakukan hal produktif. :(

Itulah saran gue untuk liburan. Mendingan puas-puasin ngelakuin hal yang kalian suka deh sebelum masuk sekolah lagi. Main game contohnya. Buang-buang waktu dan tenaga kalian juga kayanya buka post-an ini.

Lanjut gabut lagi, ah.


Saturday, June 17, 2017

My Anxieties


Sebagian besar orang punya kecemasan mereka masing-masing. Kecemasan berlebih akan suatu hal yang sangat mengganggu kondisi seseorang tersebut. Dan gue adalah salah satu dari sebagian besar orang itu.

Tapi sekarang, gue sudah bisa meng-overcome sebagian besar kecemasan gue meskipun belum seluruhnya. Sekarang, gue akan menulis tentang tiga kecemasan yang mulai bisa gue kendalikan:

1.  Takut bertemu orang baru

Jujur, sebenarnya bertemu orang baru di kehidupan kita adalah sesuatu yang menarik. Menurut gue, gue adalah orang yang termasuk senang dengan suatu perubahan yang cenderung positif, namun gue sangat tidak bisa untuk menyikapinya dengan perbuatan.

Ngerti gak? Kayak dalam hati mau tapi nggak bisa dilakuin. Bukan karena gamau, tapi karena belum mampu.

Contoh paling simpel adalah ketika gue baru masuk sekolah. Ambil contoh, masuk SMP. Malam sebelum masuk hari pertama gue berpikir, "Gue harus kenalan dengan banyak orang. Gue nggak mau kayak SD lagi."

Ya, di SD gue cenderung pendiam. Diam banget. Masa tiga tahun kedepan gue mau diem-dieman aja?

Tapi usaha gue nggak berlangsung mulus. Keburu minder duluan. Bahkan, ngomong sama cewek aja gue gak berani. Pernah suatu saat sedang ujian dan gua gak bawa penghapus. Gue kesekolah cuma bawa pulpen dan pensil. Posisi gue duduk di depan dekat pintu. Di belakang gue dua orang cewek yang terdengar berulang kali meniup kertasnya yang ada bekas penghapusnya setelah menghapus. Gue belum kenalan tapi udah tau namanya siapa. Suatu saat setelah itu, gue salah menjawab. Untungnya pakai pensil tapi gue nggak bawa penghapus. Lantas apa yang gue lakukan?

Gue diem beberapa menit. Sangat sulit untuk membuka percakapan dengan orang yang belum gue kenal waktu itu. Gue inget nama cewek yang duduk dibelakang gue namanya Tyas. Tapi apa daya, gue nggak bisa ngomong apa-apa dan akhirnya gue biarin jawaban gue yang salah itu tetap salah.

Huft.

Namun gue sadar. Gue selalu berpikir berlebihan akan hal ini. Gue dulu berpikir dengan gue ajak ngobrol orang baru, orang tersebut akan berpikir, "Apaan banget sih ini orang,". I used to worry about it very much. 

2. Berbicara di depan sekumpulan orang

Masalah ini merupakan masalah yang amat sangat serius buat gue. Bahkan sekarang, kadang hal itu masih terjadi.

Penyebabnya sama, gue over-thinking tentang apa yang orang lain pikir ketika gue berbicara. Padahal, kalo misalnya posisi orang yang melihat gue dan gue dituker tempatnya, gue nggak akan berpikir seperti itu. Pemikiran yang salah ini tertanam di kepala gue selama bertahun-tahun.

Contohnya, ketika gue SMP banyak banget tugas yang harus disampaikan melalui presentasi dengan proyektor LCD. Presentasi kelompok gue sudah siap, tapi gue sendiri belom siap. Karena gue nggak siap, nggak tau kenapa temen-temen gue yang solidaritasnya tinggi jadi pada nggak siap. Akhirnya hari itu, hingga pelajaran berakhir kelompok gue nggak jadi presentasi. Senangnya.

Awalnya gue nggak terlalu mempermasalahkan hal kayak ginian... sampai gue SMA. Ketika gue SMA yang notabenenya menggunakan kurikulum 2013, semua tugas yang diberikan kepada siswa banyak banget yang harus dipresentasikan melalui proyektor LCD. Sikap 'cupu' gue keluar lagi tuh. Ketika kelompok gue yang urutan kesekian dipanggil, masing-masing anggota kelompok nengok ke anggota lain. Gue pun bilang ke salah satu anggota-kelompok kelompok lain yang maju setelah gue, Astri,

"Lu aja deh yang maju duluan. Belom siap."
"Tapi presentasinya udah jadi?"
"Udah."
"Maju lah. Jangan kayak bocah SMP deh ini udah SMA. Ayo."

Dan sejak saat itulah rasa percaya diri gue bangkit dan gue nggak malu lagi untuk presentasi di depan kelas atau berdiskusi dengan teman-teman. Astri kalo lu baca ini, tengs ya.

3. Adaptasi

Adaptasi adalah hal yang paling sulit gue lakukan sampai sekarang.

Ciri makhluk hidup salah satunya adalah mampu beradaptasi. Gue mudah beradaptasi dalam sebagian hal, yaitu adaptasi diri gue terhadap diri gue sendiri di suatu tempat dan suasana yang baru. Tapi, gue sangatlah payah dalam beradaptasi terhadap orang-orang baru di sekitar gue.

Ambil contoh, kelas 12 SMA gue bimbel di salah satu bimbingan belajar di daerah Supomo. Setiap gue bimbel, sepanjang hari gue hanya berbicara dengan diri gue sendiri & asik sendiri. Gue bisa beadaptasi terhadap diri gue sendiri tapi nggak bisa bersosialisasi dengan orang-orang baru di lingkungan tersebut.

Hal ini sangat menyiksa gue. Testimoni teman-teman gue bilang kalo pertama kali mereka melihat gue, first impression mereka ke gue rata-rata adalah temperamental, senggol bacok, gabisa diajak bercanda. Padahal kalo nggak judging a book by its cover, bisa jadi gue nggak seperti itu. Gue merasa tersiksa ketika nggak bisa ngajak ngobrol siapa-siapa, mau kenalan juga takut dibilang aneh, mau ikut acara-acara mereka juga takut dibilang, "Lah elu siapa ya? kayak baru pernah liat."

Hehe. Liat sendiri kan pikiran gue udah buruk-buruk aja.

Benang merah dari post-an gue ini adalah, gue adalah orang yang takut melakukan suatu hal yang salah didepan orang, tetapi dengan gue melakukan itu gue sudah melakukan kesalahan. Tapi, kalo misalnya berusaha melakukan hal melawan ketakutan gue, bisa jadi gue bertingkah konyol. Loop yang nggak akan selesai.

Itulah kecemasan gue nomor 4.

Hm. I need help.


Wednesday, May 31, 2017

Lingkungan Memengaruhi Psikis

Beberapa minggu yang lalu gue sedang melakukan rutinitas gue hampir setiap hari. Youtube-ing. Singkat cerita, di home youtube gue muncul video dari salah satu youtuber bernama Agung Hapsah yang berbicara tentang youtuber bocah.

Here's the video:


Inti dari video tersebut adalah, komentar-komentar yang didapat oleh youtuber (pengunggah video di youtube) muda yang mungkin memiliki rentang umur sekitar 8-13 tahun merendahkan hal-hal yang mereka upload di situs tersebut.

Komentar-komentar yang mereka alami contohnya:

"Kualitasnya jelek banget. Mending nggak usah jadi youtuber deh"
"G*bl*k bocah ngapain sih"

Dan hal-hal yang setipe. Dan Agung sendiri juga merupakan youtuber yang mengawali karirnya dengan membuat video dan menunjukkannya kepada keluarganya serta lingkungannya yang sangat suportif. Karena dukungan lingkungannya dia bisa menjadi seperti sekarang. Namun, realitanya kolom komentar uploader muda terlalu banyak komentar-komentar yang menjatuhkan.

This thing rings a bell inside of my mind. Lingkungan di sekitar gue pun seperti itu. Berapa banyak orang yang mungkin nggak mencapai keinginan awalnya karena komentar negatif orang-orang dan membuat yang dikomentari merasa down? 

Berapa banyak orang yang nggak bisa mencapai cita-cita yang mereka inginkan disebabkan karena nggak ada yang mendukung mental mereka?

Berapa banyak orang berbakat yang nggak bisa menjadi seniman, dokter, insinyur, dan arsitek kalau misalnya waktu kecil mereka diberitahu, "Udah nggak usah banyak gaya. Gini aja nggak bisa" ?

Rata-rata mereka masih kecil dan mental mereka belum sekuat anak-anak yang udah akil balig. Masih cupu, kalo kalah main game juga masih bisa nangis. Mungkin ada yang masih ngompol.

Ini juga terjadi kepada diri gue dulu. Jujur dulu gue ingin menjadi dokter. Menurut gue sains adalah hal yang mendasar dan pengaplikasiannya itu cocok ke diri gue. Tapi setelah gue memegang mindset untuk menjadi dokter, komentar-komentar dari lingkungan gue sangat sedikit yang mendukung. Salah satu contohnya komentar dari temen gue yang bilang, "Apaansih dokter. Mending kerja kantoran." 

Ada juga yang bilang, "Dih, jadi dokter kan belajarnya lama. Kata mama gue dokter itu kalo nggak lama belajarnya gajinya dikit." 

Itu SD, lho. Gue masih polos dan masih gampang kepengaruh sama lingkungan. Pikiran gue mikirin gua mau makan apa kalo sedikit. Dan makin kemari pun keinginan untuk menjadi seorang dokter semakin menghilang. 

Semakin gue tua, gue sadar. Banyak kok orang yang sukses meskipun ketika kecil mereka dibilang nggak bisa sukses. Banyak juga orang-orang yang tekun dan telaten dalam menekuni bidang yang dia minati, lalu mendapatkan hasil dari kerja kerasnya. 

Sulit memang hidup di zaman sekarang. Dunia lebih kejam dari yang dibayangkan.

Namun, dibalik itu semua youtuber-youtuber muda tadi tetap mendapat pujian dan apresiasi dari penonton meskipun jumlahnya tidak sebanyak hate comments. Sekedar "Keep up the good work!" menurut gue adalah hal yang sangat encouraging bagi youtuber muda tersebut.

Gue sangat berharap komentar-komentar di internet khususnya di Indonesia makin dewasa dalam pemikiran dan pemikiran dewasa tersebut yang berperan dalam memberi komentar. Lebih baik kritik yang membangun dibandingkan judging without knowing dan hanya bisa meruntuhkan padahal... 


....yah.

Hadeuh. 

Monday, January 16, 2017

Solusi anak muda nabung di BCA : Tahapan Xpresi

Jadi, sebenernya gue udah lama ngincer rekening bank yang cocok buat gue yang masih 17 tahun ini. Gue adalah anak SMA yang nabung yang memiliki keinginan mempunyai tabungan yang mudah diakses dimana-mana, dan potongan administrasinya kecil. Ya, nggak mau rugi.

Ngeliat-liat di website beberapa bank besar di Indonesia, dan ternyata rata-rata biaya administrasinya besar. Sampai suatu saat gue nemu salah satu produk tahapan yang dikeluarin BCA, namanya Tahapan Xpresi.

Setelah gue telaah dan baca-baca dari websitenya, ternyata Tahapan Xpresi ini cukup menguntungkan. Dengan minimal setoran 50 ribu dan biaya kartu 25 ribu, lo udah bisa dapet rekening yang memiliki fasilitas sama dengan paspor BCA silver. Debit BCA, Tunai BCA, bahkan klikBCA dan BCAmobile sudah menjadi fasilitas rekening ini. Oiya, saldo yang ditahan sebesar 10 ribu.

Perbedaan yang menarik dari Tahapan Xpresi ini dengan paspor BCA biasa adalah, tidak adanya penggunaan buku tabungan. Pengecekan mutasi semua bisa di cek secara online menggunakan klikBCA ataupun BCAmobile. Menurut gue ini adalah hal yang sangat gue butuhkan, dikarenakan pada rekening sebelumnya yang gue punya, yang menggunakan buku tabungan, kadang gue suka lupa taro dimana, sedangkan setor tunai di teller harus menggunakan buku tabungan tersebut.

Syarat untuk membukanya pun cukup mudah. Sebelumnya, terdapat batas umur 25 tahun bagi yang ingin membuka rekening ini. Namun akhirnya, BCA menghapus batas umur tersebut. Bagi seseorang yang belum memiliki KTP, dapat menggunakan kartu pelajar namun syaratnya harus lebih rumit lagi, karena harus menggunakan KTP orang tua. Mungkin akan menggunakan sistem QQ. Karena gue udah punya KTP, ya langsung gas aja lah. Terlebih, karena gue belum memiliki NPWP dan diijinkan bagi yang belum mempunyai NPWP untuk membuka rekening. Ntap.

Dituliskan juga sebenarnya, ada berbagai macam desain yang bisa dipilih, daaan gue sudah menentukan desain yang gue inginkan. Dituliskan pula gue bisa memilih desain di cabang BCA atau di myBCA.

Untuk lebih lengkapnya, baca di website BCA disini.

Akhirnya gue pun membuat rekening Tahapan Xpresi pada suatu hari di bulan Desember 2016. Gue mendatangi kantor cabang BCA di dekat rumah gue di daerah Pasar Minggu. Setelah gue sampai disana, gue ditanya satpam;

"Selamat pagi, mas. Ada apa?"
"Saya mau membuka rekening." bales gue.
"Ada NPWP?"
"Saya mau membuka Xpresi mas, bukannya boleh nggak pake NPWP?"
"Maaf mas, karena yang melayani hari ini hanya satu orang, nggak bisa kalo nggak pakai NPWP,"

Gue kecewa.

"Terus? Dimana saya bisa buat kalo gitu?"
"Mas bisa coba ke daerah Pomad, Kalibata. Tepat di samping Holland Bakery."

Yak, gue dioper ke sana. But okelah.

Setelah sampai disana, gue ditanya kembali. Namun gue direspon dengan,
"Oh mau buka? Bisa saya liat ktpnya?"
"Biayanya 500ribu ya mas".

Lalu gue jawab bahwa gue ingin membuat rekening Xpresi. Wajahnya sedikit kecewa. Tapi akhirnya gue dapet nomor antrian!

Setelah nomor gue dipanggil, akhirnya gue dilayani untuk proses pembuatan kartu Xpresi. Pelayanannya ramah. Setelah tanda tangan yang banyaaak dan harus disesuaikan dengan KTP gue, akhirnya gue mendapatkan kartu gue!

Namun sayang seribu sayang, desain kartu yang gue inginkan nggak ada. Dan, cuma ada desain ini dan sisa desainnya lebih cocok untuk perempuan:

It's good tho

Dannn gue juga baru dapet akses BCAmobile, yang sebenernya udah enak banget. Cuman yaah, biar bisa menikmati akses klikBCA, gue harus mendatangi kantor cabang manapun dengan menunjukkan kartu ATM dan KTP gue aja, dan dikenakan biaya reset keyBCA sebesar 10 ribu. Selanjutnya mah, siap.



Ngomong-ngomong soal nomor rekeningnya, tenang. Tetep ada kok pasti, ditulis di belakang kartunya dan bisa dilihat di BCAmobile.

Segitu dulu guys pengalaman gue, kali aja setelah baca ini mau ikut-ikutan buka Tahapan Xpresi. Hehe.

Oiya, informasi yang gue dapet, kalo misalnya mau pake foto di kartu Xpresi lo atau mau dapet desain yang lo mau, lo bisa dateng ke myBCA guys.

Alamatnya... bisa dicari di google.

Sekian, thanks!

Cya.


Saturday, September 10, 2016

Gue dan TBC : Gejala (part 1)

Uhm, agak sulit untuk nulis ginian karena parnonya masyarakat tentang orang yang mengidap TBC.

Tapi karena ini blog gue, yaaa...

Santai aja lah.

Jadi, kali ini gue akan menceritakan gimana gue bisa mengidap penyakit TBC, yang menurut situs alodokter.com merupakan penyakit menular yang menyebabkan masalah kesehatan terbesar kedua di dunia setelah HIV.

Buat yang belum tau, TBC ada dua tipe, yaitu paru dan ekstra paru. Tipe paru merupakan tipe yang menyerang paru-paru dan ekstra paru merupakan tipe yang menyerang organ lain selain paru-paru dan menyerang organ-organ vital lain seperti kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, dan lain-lain.

Untuk gejala-gejalanya sendiri yaitu :
1. Batuk lebih dari 21 hari atau sekitar sebulanan, bisa disertai dengan dahak bercampur darah atau tidak;
2. Nafsu makan menurun dan turunnya berat badan;
3. Sering terlihat kelelahan dan sering demam;

Mungkin itu aja yang bisa gue jelasin tentang TBC. Selanjutnya silahkan cari di sumber lain dan biarkan gue untuk bercerita.

Kisah gue mulai batuk-batuk ini terjadi ketika bulan Ramadhan tahun ini. Pada awal Ramadhan, ketika gue sholat Tarawih di masjid dekat rumah. Masjid yang menggunakan AC didekat pintu dan pintunya selalu terbuka sehingga sepoi-sepoi angin masjid hanya terasa bagi yang sholat di bawah hembusan kipas AC.

Malam itu, ketika sedang sholat, ada salah satu bapak-bapak yang nggak gue ketahui lokasinya dimana, tetapi dekat karena gue mendengar suara batuknya seperti hanya berjarak beberapa orang saja. Orang ini terus-terusan batuk dengan jadwal batuk per beberapa menit yang konstan, mungkin 4 batuk/3 menit sehingga sedikit mengganggu gue dan mungkin orang-orang lain yang sedang beribadah. Posisi sholat bapak tersebut didekat pintu dan dekat dengan AC, sedangkan gue sedikit ketengah meski hanya berjarak beberapa orang dari bapak tersebut. Kebetulan, kondisi gue selama bulan Ramadhan sangatlah tidak fit, entah kenapa. Gue sendiri bingung karena hari-hari gue selama bulan Ramadhan tidak berjalan dengan sebagaimana gue menjalani Ramadhan tahun lalu dan 2 tahun lalu. Jadi gue seringnya hanya tidur siang dan bayar hutang tidur gue karena sering bergadang belajar karena ulangan atau karena nonton film. Ohya, dan juga karena suka minum kopi.

Pulang dari shalat Tarawih, gue mulai batuk-batuk. Gue gak perduli dan pulang kerumah, lalu tidur cantik.

Namun, batuk gue tidak kunjung berhenti, dan semakin parah. Di suatu malam di minggu-minggu terakhir Ramadhan, selesai minum obat batuk yang bisa dibeli semua orang gue pun ngomong ke Mama gue, Mama yang selalu mau dengerin meski dengerin nilai ulangan atau ngomongin tentang masalah cewek. Gue bilang, "Ma, kayaknya Hadi batuk ketularan orang waktu tarawih deh. Dia kayak batuk-batuk gitu deh." "Waduh bisa jadi itu, Di. Batuk berulang-ulang gitu ya?" jawab Mama.

"Iya." Jawab gue, dan akhirnya gue pun mulai mikirin tentang diri gue. Obat batuk yang gue minum emang menghilangkan batuk beberapa saat, namun nggak meredakan.

Batuk gue berlanjut sampai lebaran idul fitri, dan sampai masuk sekolah. Meskipun udah merasa reda, namun badan gue yang lemes saat puasa yang gue anggap wajar karena gue puasa, masih gue rasakan sampai gue masuk sekolah. Hari-hari terakhir liburan gue pun gue sempatkan untuk berkunjung ke dokter dekat rumah. Diberi pesan ke gue dan ayah gue, "Pak, kalo sampai obat ini habis dan gejala masih terus berlanjut, tolong dicek di rumah sakit"

Oiya, sebelum gue memasuki memasuki libur lebaran gue juga udah mengalami kesulitan menelan karena sakit di daerah leher, yang makin parah ketika gue masuk sekolah. Gue harus terus-terusan minum air agar daerah leher gue tidak sakit.

Gue pun hadir di 1 minggu pertama tahun ajaran baru. Dari senin-jum'at. Senang rasanya menjadi anak kelas 3 dan sebentar lagi akan lulus dan menjadi mahasiswa. Namun sakit ini semakin parah. Pada hari Minggu tanggal 24 Juli 2016, ketika gue menghadiri tes bimbel di daerah Supomo, Jakarta Selatan, rasanya di daerah leher gue tercekik ketika kering dan bernafas. Paham?

Ketika gue mencoba bernafas dengan pernafasan dada dan mencoba menginspirasi secara dalam atau mengambil nafas secara dalam, gue tiba-tiba merasa diberhentikan dengan lubang pernafasan gue tertutup sehingga gue berhenti bernafas sesaat. Gue nggak terlalu panik dan mengambil air. Kenapa nggak panik? Karena gue sebelumnya sudah beberapa kali seperti itu dan gue udah panik. Kan nggak terlalu lucu kalo gue panik meski udah tau apa yang harus dilakukan. Akhirnya gue bisa bernafas kembali dan terima kasih untuk air didalam botol yang disediakan Mama, meski tes yang gue lakukan nggak maksimal tapi gue masuk kelas yang bagus kok.

Yang isinya anak SMAK semua.

.....

Hari ini berjalan dengan baik, dan merupakan hari sebelum hari senin dimana besoknya gue harus menjadi anggota dari upacara bendera di sekolah gue. Sebenernya ada enak nggak enaknya jadi gue. Entah bisa dibilang enak atau nggak, tapi kalo misalnya lagi upacara, karena badan gue tinggi dan matahari lagi naik dari sebelah kanan barisan-barisan upacara, dan barisan cewek ada di sebelah kiri cowok, jadinya cewek ketutupan bayangan cowok yang tinggi sehingga mereka nggak kepanasan.

Dan cowok yang bayangannya menyelamatkan cewek itu banjir keringat seperti pertama kali berkunjung ke Taman Lawang. (Padahal belom pernah dan gak mau)

Tanggal 25 Juli 2016 adalah hari dimana gue menjelang pingsan pertama kali saat upacara. Menurut gue itu adalah hal yang memalukan karena gue suka ngetawain orang yang pingsan kalo upacara. "lemah" gitu. Eh gue yang lemah. Ternyata gini rasanya.

Dimulai ketika pertengahan upacara, gue merasa pandangan gue kabur, kepala gue pusing, mata gue berair, dan ingin pup. Gue langsung nanya Rama, temen gue yang ada didepan gue dan bilang, "Kalo mau ijin gimana?" "Langsung aja kebelakang"

TENTUNYA gue nggak langsung kebelakang. Gue diam sejenak berusaha nenangin diri, tapi gabisa. Gue mikir kenapa ini terjadi, tapi pala gue pusing. Akhirnya gue kebelakang karena menyerah, dan minta ditemenin temen gue yang paling belakang di barisan, Angga untuk nemenin gue ke UKS.

Ya! Hadi akhirnya pergi ke UKS untuk pertama kali. Dan entah kenapa, diperjalanan menuju uks pandangan gue yang blur mulai jelas dan muncul perasaan senang.

Didepan UKS, gue ditanya seperti diinterogasi tapi nggak selesai. Kejadiannya gini:
"Sakit?" kata cewek yang jaga.
(mikir kenapa gue ke UKS kalo gak sakit. Mungkin gue pengen pipis jadi kesini)
"Iya. Sakit. Pusing banget hampir pingsan tadi." jawab gue.
"Oh, yaudah masuk sini."

Gue nggak langsung masuk, lho. Bukan, bukan mau cabut.

"Eh, sebentar dulu deh ya," kata gue tiba-tiba.
"Mau kemana?" jawab si cewek.
"Ke toilet dulu sebentar."

Yap, gue pup. Itu adalah pup terindah di awal kelas 3 SMA gue. Dan gue masih menantikan pup-pup indah lainnya.

Gue kembali dengan pandangan yang masih berkunang-kunang ke UKS setelah menikmati pup. Gue masuk ke UKS dan lupa buka sepatu jadi gue diliatin oleh anak-anak PMR. Jadi saran gue, biar semua mata tertuju pada kalian, lakukanlah hal yang aneh atau nggak boleh, tapi nggak liar dan bodoh supaya semua mata tertuju pada kalian.

3 detik

Di dalam UKS gue ditanyain kenapa, dan gue rangkum semuanya di blog ini dalam 3 kata, "mau ijin pulang." Kebetulan obat yang gue dapet dari dokter sebelum gue masuk sekolah itu habis semalam, dan gue bilang obat dari dokter habis. Gue ijin pulang dan minta dijemput Ayah gue.

TENTUNYA, bagi siswa yang ingin pergi dari sekolah setelah dia masuk harus ada surat ijin, yang ditandatangani oleh guru piket, wali kelas, guru pengajar, dan gue sendiri. Setelah mendapat tanda tangan guru piket, gue mencari wali kelas gue Maam Sri, guru Bahasa Inggris. Setelah gue tanya-tanya dan ngobrol, dia bilang ke gue kalo gue butuh di cek ke dokter. Percakapan yang terjadi kira-kira seperti ini:

"Assalamualaikum Maam. Saya mau ijin pulang Maam, sakit."
"Waalaikumsalam, Hadi. Sakit apa? Maam dari kemarin perhatiin kamu sakit."
"Iya Maam hehe. batuk-batuk."
"Kamu nggak ngerokok?"
"Boro-boro, Maam. Kena asap motor dikit saya udah batuk-batuk gitu."
"Hm... Maam mau ngobrol sama Ayah kamu. Yang jemput ayah kamu kan?"
"Iya mam, silahkan."

Mereka pun ngobrol, lalu gue mencari tanda tangan guru lainnya. Dan akhirnya gue pun pulang dari sekolah.

------------------------------------bersambung.-----------------------------------------

Tanggal 25 Juli 2016. Adalah hari dimana gue menjelang pingsan pertama kali saat upacara. Dan hari dimana gue di vonis TBC.

Tunggu lanjutannya ya.


.
.
.
.
.
-hadiwwwwwwwwwwwwwwww




Sunday, September 04, 2016

Kelas 3 : Awal dari sebuah langkah besar yang cukup... menye(ramkan)nangkan kok.

Gue duduk disini, menikmati hujan dan menikmati diri gue yang hanya bebas beberapa jam. Daripada gabut, ngescroll instagram, nggak ada yang ngechat, dan melakukan sesuatu yang benar-benar tidak berguna, apa salahnya untuk mulai kembali menorehkan celotehan di dunia yang 'bebas' ini.

Internet.

Gue sadar akan tanggung jawab gue untuk mengurusi 'anak' yang udah gue buat sejak 2014an, yang memutuskan untuk kembali meneruskan untuk menulis semenjak post tidak berguna terakhir gue di post.

Gue mulai ngeblog di blog terakhir ini kira-kira pas kelas 3 SMP. Dimana masih culun, masih suka untuk memilih tidak mendengarkan guru dan menggambar di halaman belakang buku tulis, masih lebih tertarik dengan dunia maya dibandingkan dengan dunia nyata, dan rapuh. Duh, lemah. Sekarang? Gue udah kelas 3 SMA, dimana kelas baru dimulai pada akhir bulan Juli 2016. Gue udah belajar bertahan hidup, berkembang, mencoba menjadi pribadi yang lebih baik, jatuh bangun naik turun dipipisin semua udah gue hadepin. Giliran udah di kelas 3, ya.. nggak banyak yang bisa di ceritain lagi.

Dititik ini gue mulai menyadari betul apa penyebab gue tidak sekonstan mengepost hal-hal seperti dulu. Dari kelas 3 SMP dan kelas 3 SMA, hanya terpaut 3 tahun. Tapi, perubahan drastis terjadi dengan anak yang tidurnya masih ditemenin mama atau masih ngompol, menjadi anak yang lebih dewasa dan tidurnya udah pipis dulu. Ada gitu, proses yang bakal dilalui semua orang. Katanya sih namanya proses menjadi dewasa.

Cih.

Semua hal-hal yang menurut gue konyol di SMP, ketika gue telaah kembali gue mikir, "Sebegitu bodohnya kah gue..." "Retard level gue kira-kira udah sampe dirate 3.14/5 sama IGN"

Cringy, gitu lho?!?! Karena konten yang dibuat pada masa pembodohan itu, ketika kita review lagi, terlihat sangat bodoh. Dan hal yang sangat bodoh itulah yang membangun kita.

"Tapi Di, gue gak perduli tentang apa yang lo omongin tuh?"

Ok.

Gue udah kelas 3, gue duduk di bangku sekolah menengah atas di Jakarta. Namanya SMAN ** Jakarta. Tempat dimana kekompetitifan itu benar-benar di uji. Ya, kek main hunger games tapi versi anak SMA lah. Mencoba bertahan hidup diantara nilai-nilai, materi, guru killer, dan kehidupan personal.

Mumpung kelas 3, muncul tuh pikiran-pikiran dari kepala gue buat ngecilin celana, ngecilin baju bagian  perut, ngecilin kaos kaki, dan lain-lain. Alasan utama dari semua hal yang pengen gue kecilin adalah..

Lingkar kaki celana udah kayak celana cutbray. Gue sebenernya tidak terlalu mempermasalahkan celana yang dibeli nyokap gue, meski ukuran yang pas dengan gue itu ukuran 29. Tapi, masalahnya badan gue kurus. Benar-benar kurus karena gue ternyata mengidap penyakit yang bikin kurus (bakal ada postnya). Kan bisa dibayangkan gitu, anak yang kurus pake celana cutbray.

Cewek yang mau diajak kenalan aja mungkin ragu untuk menjawab sapaan gue.

Tapi terserah lah, niat-niat yang sebelumnya gue udah rencanakan akhirnya tidak berjalan dan gue tetap menggunakan celana cutbray tersebut. Lagian juga, lega cuy. Ada rongganya, biar udara bisa masuk. Terus juga kalo lo berdiri diam dan mengerakkan badan ke arah kiri dan kanan dengan kaki yang diam, lo bisa melihat celana lo berayun melawan arah. Isn't that cool????

Hm, mungkin definisi keren buat gue dan lo itu berbeda, atau diantara kita cukup bodoh.

Kelas 3 mulai dijejelin materi yang harus selesai dalam 1 semester. Dijejelin ampe kadang kita udah bisa memprediksi kapan ulangan. Kayak misal pelajaran Biologi hari Jum'at lalu di kelas gue. Setelah guru gue selesai mempresentasikan tentang metabolisme dan katabolisme, gue bilang pelan-pelan secara bercanda sampe didenger Dita, temen sebangku gue.

"Minggu depan ulangan ya nak" kata gue, sambil memprediksikan kata-kata yang akan guru ucapkan.
"Anjir jangan lah" jawab dia.
"Gadeng yakali."

SEPULUH MENIT KEMUDIAN, guru gue langsung bilang, "Hmm presentasi sudah selesai, (lalu volume suara naik) minggu depan ulangan ya, nak."

Teman-teman gue yang awalnya tertidur lalu bangun karena pelajaran biologi ada di pelajaran terakhir hari jum'at, yang lagi ngerjain soal tryout dari bimbelnya, yang lagi main telegram, semua bilang. "YAAAAAAAAH BU KOK ULANGAN?"

Kecuali gue, gue kicep. Kok gue merasa berdosa ya...

Dan ternyata diundur karena belum praktek percobaan sachs dan ingenhousz.

Hal lain yang gue rasakan ketika gue sudah menjadi 'agit' (bahasa keren, dibalik jadi tiga. Artinya kelas tiga), dalam ruang lingkup yang lebih besar yaitu kelas gue, kelas gue selalu menjadi bahan percobaan dalam ulangan. Ngerti?

Misal gue kelas A, jadwal ulangan hari Senin. Lalu kelas B C D, ulangan hari selasa atau hari rabu atau selanjutnya. Kan otomatis jadinya kelas B C D bakalan nanya soal ke kelas gue, bentuknya gimana dan sebagainya. Gue sih nggak terlalu keberatan, tapi agak gimana gitu ya. Kita udah belajar tapi kita kasih tau soalnya otomatis kelas lain akan mendapat nilai lebih tinggi.

Jadi menurut gue akan lebih fair kalo bahan materinya sama, tetapi soal yang diberikan berbeda. Jika semakin jauh hari kelas tersebut ulangan, makan soal semakin sulit. Dengan catatan kelas A diperkenankan untuk menshare soal. Hal tersebut mungkin akan menguntungkan untuk kelas A, karena kelas B C D kemungkinan besar akan belajar dari kelas A yang pure dapet soal A. Kenapa menguntungkan? Karena kelas A tidak akan merasa dirugikan untuk memberikan soal ke kelas lain karena soal A merupakan soal di hari H, sedangkan B C D mungkin akan mendapatkan soal yang kesulitannya disimbolkan oleh (1+α), dengan α (alfa) adalah tingkat kesulitan yang terus naik di H+1, H+2, dan seterusnya. Contoh, dengan α=0,1: jika kelas A dengan soal A ulangan di hari senin atau H dengan tingkat kesulitan 1, maka kelas B ulangan dengan soal B di hari selasa (H+1) dengan kesulitan 1,1. Dan seterusnya. Akan tidak menguntungkan bagi kelas terakhir ulangan, tapi mereka memiliki kesempatan untuk menanyakan soal.

Parah sih. Haha. Biar gak parah, ya... α nya kagak usah gede-gede, kan bisa 10^-33.

TAPI KATA-KATA GUA KEBUANG PERCUMA HAHAHA.

Namun, sebenernya dari hati gue terdalam (jadi yang diatas itu boongan suwer. bercanda woi.) mendingan tiap kelas tipe soalnya beda-beda deh, dari materi yang sama. Tapi diliat dari mata pelajarannya juga sih. Kalo kayak sejarah, matematika, matematika peminatan, mungkin bisa dibuat soal yang mencukup untuk setiap kelas. Tapi untuk soal Fisika ataupun yang lain, sulit untuk menemukan soal dengan kesulitan yang sama jika harus dibuat soal-soal yang memiliki kesamaan, kecuali kalo angka-angkanya beda.

Pendapat aja sih. Pala gue puyeng. Tapi pasti setiap guru punya solusinya masing-masing. Jadi, percayalah dengan guru tersebut, percayalah dia akan membantu kita dan membuat kita tidak remedial ulangan.

:"))

Aspek lain yang gue dapatkan dari belajar di kelas 3 di awal-awal semester ini, penumpukan tugas. Ya, gue, Muhammad Hadi, orang yang termasuk tidak disiplin namun pulang sekolah selalu tepat waktu menyatakan kalau ini mungkin normal. MUNGKIN. Semakin tinggi kelas semakin tinggi kewajiban yang harus dilakukan. Kalo niat ngerjain mah, santai pasti bisa. Kalo ga niat ngerjain mah, biasanya ngeliat temen. Kalo ga niat sekolah sih, gabut. Kayak 'dunia lo dunia gue beda' deh!

Mau gak peduli sama tugas, tapi tugas itu kan akan selalu menghampiri tugas. Tugas itu tanggung jawab kita, meski kita ogah-ogahan. Suka gak suka, abis minggu tetep senin jadi ya tugasnya harus dikumpulin.

Hal terakhir di post ini yang ingin gue bicarakan, adalah 'rolling guru'. Mutasi para guru.

Katanya, rolling guru dari sekolah A yang lebih banyak diminati dengan guru dari sekolah B yang ada di bawah sekolah A, akan membuat sekolah B tersebut diharapakan dapat menjadi banyak diminati. Kurang lebih infonya, silahkan dicari di google dengan keyword 'mutasi guru'.

KURANG EFEKTIF. YA.

Kenyamanan itu dibutuhkan dengan cara mengajar guru yang berpengalaman di sekolah tersebut, tetuah dari kakak kelas yang pernah diajar, reputasi guru di sekolah tersebut, dan pengalaman sendiri. Masalahnya adalah, guru yang dimutasi adalah guru yang sudah senior, sudah lama mengabdi disekolah lamanya. Sudah menjadi bagian yang menyatu dari sekolah lamanya. Namun tiba-tiba hal tidak efektif seperti ini terjadi.

Kenapa? Kenapa tidak menunggu guru tersebut menyelesaikan tahun ajarannya terlebih dahulu? Kenapa? Kalian berpikir adaptasi guru baru dengan siswa akan semudah yang dibayangkan?
Kenapa? Belum tentu lho guru yang mengajar matapelajaran A akan mengajar matapelajaran A juga di sekolah baru.

Hal ini menjadi sangat menyedihkan menurut gue. Sampe ada yang buat change.org nya lho. Baca berita tentang mutasi guru ini di internet. Karena hal ini terjadi disekolah gue. Titik.

Berita : http://www.republika.co.id/indeks/hot_topic/mutasi_guru
Petisi : https://www.change.org/p/dinas-pendidikan-dki-jakarta-penolakan-mutasi-guru

Ngebuat seseorang nyaman itu butuh pendekatan, dan orangnya juga setuju untuk dibuat nyaman.

DAH.

Gue sedang kembali menulis nih! Semangat menulis gue sudah mulai kembali dan siap untuk menceritakan hal yang tidak intelektual. Setelah sekian lama gue down........ karena sesuatu yang akan gue jadiin post disini, gue bangkit.

Lagi nulis di word juga lho. Doa'in sebelum semester 1 jadi. Aamiin

c u later.

-udin

Sunday, July 10, 2016

"Emosi" - Mood, mood, mood, keadaan.

Emosi.


Kadang manusia terbutakan oleh emosi.

Emosi membutakan manusia, sehingga manusia terbutakan oleh hal yang tidak dapat dikendalikan manusia itu sendiri.

Yang membuat suasana girang menjadi tegang,
Yang membuat perasaan senang menjadi berang, dan
Yang membuat gue membuat post ini spesial untuk orang yang emosian.

Kali ini gue pengen ngomongin soal emosi. Ngomongin soal emosi nggak ada habisnya. Selalu aja emosi manusia yang mengontrol manusia dan kadang sering mengalahkan akal sehat.

Menurut abang KBBI sendiri, Emosi emosi/emo·si/ /émosi/ (n) 1. luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat; 2. keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis (seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan); keberanian yang bersifat subjektif); 3. (bentuk kata percakapan tidak baku) marah;

"Luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat"

Oke, emosi manusia ada banyak. Malu, bahagia, marah, sedih, dan takut. Tetapi post ini hanya mengkhususkan 'emosi' ke dalam satu buah emosi; seperti yang bisa dilihat gue akan membahas tentang MARAH.

Kadang gue bingung, kenapa kita marah? Kenapa kita bisa melakukan dan mengucapkan sesuatu yang nggak kita inginkan? Kenapa kita merasakan luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat itu?

Gue pernah marah, menurut gue itu hal yang manusiawi. Gue marah melihat sesuatu yang sangat jelas terlihat tapi orang tidak perduli dan tidak memperhatikan. Gue marah karena tidak suka akan sesuatu yang tidak suka gue lihat. Gue pun juga marah ketika gue marah akan orang lain, lalu sedih akan diri gue sendiri. Marah adalah hal yang manusiawi, tapi kadang gue berpikir. Perlukah ada emosi bernama 'marah' itu untuk ada?

Pernah nonton film animasi Disney "Inside Out"? Menceritakan tentang anak bernama Riley, dan di sepanjang film kita difokuskan dengan 5 emosi utama yang mengontrol 'Mood' Riley. Joy, Sadness, Fear, Anger dan Disgust adalah 5 emosi yang gue sebut-sebut diatas. Suatu ketika Joy dan Sadness dengan tidak sengaja 'berpindah tempat' sehingga mereka tidak berada di tempat mereka seharusnya berada, sedangkan yang berada di kepala Riley untuk mengontrol emosinya hanya tersisa Fear, Anger, dan Disgust. Joy dan Sadness mencoba mencari jalan kembali ke ruangan kontrol agar emosi Riley kembali stabil. Bisa terpikirkar apa yang terjadi jika Fear, Anger, dan Disgust yang mengontrol emosi seorang anak gadis? Di dalam film, emosi yang paling mendominasi untuk mengontrol Riley adalah Anger, yang membuat anak gadis ini hampir pergi dari rumahnya dan kembali ke dimana dia berasal. Spoiler alert. Tapi yekali belom nonton.

Film Inside Out tiba-tiba muncul di pikiran gue ketika gue menulis dan memikirkan hal yang sedang gue tulis. Jelas bahwa di film tersebut, tanpa adanya kebahagiaan dan kesedihan yang ada di dalam diri seseorang, atau kebahagiaan dan kesedihan seseorang telah sirna dari dirinya udah nggak ada, marah akan mendominasi.

Gue sendiri sadar akan hal itu. Gue adalah orang yang bisa dibilang memiliki emosi yang stabil. Manusia jaman sekarang harus tahan goncangan yang akan dihadapin ke diri kita. Tapi gue sendiri pernah ngerasain namanya takut akan sebuah kemarahan seseorang. Takut ketika guru killer masuk ke dalam kelas dan suka banget memperhatikan detil-detil ruangan kelas dan penghuni kelas, dan kita takut kalau kita menjadi salah satu korban. Apalagi kalau jadi korban. Takut ketika orang tua memarahi karena nilai ulangan yang jelek. Takut ketika teman akan memutuskan persahabatan ketika kita nggak solid, dan kalo gak solid kita di marahin dan nggak di anggap solid, terus dipukulin. Rame-rame. Wah solidaritas apaan nih.

Ketika orang marah pasti disebabkan oleh suatu hal. Tidak puas, tidak terima, tidak ingin disalahkan/menganggap dirinya selalu benar, argumennya tidak diterima dengan baik, lalu sedang menstruasi jadi agak sensitif dan/atau orangnya emang sensitif. Pasti memiliki banyak sebab. Tetapi sayangnya, sayangnya sekali lagi, korban-korban dari seseorang yang marah itu kadang merupakan korban yang sebenarnya innocent, nggak salah apa-apa. Contohnya, ketika ada temen lo lagi marah. Lalu lo tanya, "Woi, lo kenapa? Keliatannya lagi nggak mood."

"Apaansih? Sok penasaran banget. Emang lo ngga liat apa muka gue lagi begini?" Muka marahnya sama muka senengnya nggak ada bedanya.

Yah, kita nggak salah dong. Kita bertanya karena kita perduli. Tadinya ramai tiba-tiba menjadi diam. Tadinya lagi asik-asik aja beberapa saat kemudian lalu diam. Kayak lagi nahan boker.

#kejadiannyata #benarbenarterjadi #pengalamansendiri #ternyataemangboker

Di kesempatan yang lain, orang lain memanfaatkan tampangnya yang perkasa, kemampuan memarahi dan kekuatan untuk menunjukkan kekuasaan, pangkat, harkat, martabat, hidayah yang dia punya dan dapatkan. Sehingga orang bisa respect ke dia. Bro, ayolah. Respect nggak didapat dengan cara yang lo lakuin di atas. Dengan cara lo memperlakukan kita dengan baik, beralasan jelas, saling respect, di depan memberi contoh, di tengah memberikan semangat, dan dibelakang memberikan dorongan patut lah kita respect karena punya nilai lebih di mata orang lain. Tapi kita jangan tolol dan lembek juga kayak bubur, apalagi ikut akademi-akademi-an.

Sedikit out of topic tapi biarlah. Lo harusnya paham maksud gue diatas.

Kembali ketempat yang seharusnya gue berada, gue ingin bilang. Marah itu nggak enak. Apalagi kalo menghasilkan korban akan amarah. Kadang orang gengsi untuk mengakui kesalahan diri sendiri dan juga malu untuk meminta maaf. Sadar diri lah. Lalu, dimarahi lebih nggak enak lagi. Rasanya apa yang sudah kita lakukan belom cukup juga untuk si pelaku amarah ini. Kita udah mencoba sebisa kita, tapi usaha kita gak cukup memuskan.

Tapi tenang guys, disini gue sebagai orang yang pernah marah dan dimarahi ingin memberikan tips gue ketika gue marah dan dimarahi.

Ketika kita di posisi yang marah :

1. Mencoba untuk nggak marah lagi. Yap, serang gue. Kenapa gue bilang serang? Mencoba nggak marah adalah ide tertolol ketika orang marah baca tulisan gue. Tapi seriusan, mencoba nggak marah itu adalah hal pertama yang harus lo coba. Please.

2. Tarik nafas ketika pengen marah. Cara ini terbukti efektif untuk beberapa orang yang marah, tapi di suruh sabar dan tarik nafas. Usahain, jangan manja. Buat diri sendiri dan orang lain, lo akan jadi orang yang baik dan akan menyelamatkan banyak orang dari apa yang akan terjadi. Oke?

3. Cobalah untuk meremas/melipat/mengenggam sesuatu (bukan ngebuat sesuatu yang berbau origami). Maksud gue, kalo lo sedang ingin marah atau gimana pun, meremas tangan mungkin adalah salah satu jalan yang efektif untuk meredam amarah. Kalo gue, kadang suka melipat jempol kaki gue dengan telunjuk gue lalu ditahan, dan cara itu lumayan efektif buat gue bisa menahan apa yang bakal keluar dari mulut gue. Apapun itu. Termasuk iler.

4. Pikir kebaikan orang itu. Coba pikirin dengan cepat apa kebaikan orang yang ngebuat lo marah ke lo. Kalo gapernah dia berbuat baik sama lo, pikirin apa perbuatan baik yang pernah dia lakuin ke orang lain. Kalo nggak pernah liat dia berbuat baik sama orang lain, pikirin pemandangan yang indah, pemandangan sejuk, pemandangan yang bisa membuat hati lo tenang. Ya. Gunung, sawah, dan lautan simpanan kekayaan. Tapi jangan sampe ada si kambing yang ngebuat lo emosi itu.

5. Sabar. Kalo lo marah akan perbuatan seseorang yang tidak sesuai dengan apa yang lo minta, pikirkan usaha yang udah dia lakukan untuk memenuhi permintaan lo. Gaada orang yang sempurna. Yang ada hanya orang yang ingin kesempurnaan dan ingin semua sempurna di mata dia. Ya, orang yang pemarah ini contohnya. Pikirin lagi. Kalo lo ada di posisi dia, apa lo sanggup membuat sesuatu yang sempurna bagi orang yang lo habiskan usahanya untuk? Nggak. Manusia nggak pernah puas. Berhenti komplain, dan terima kenyataan. Gaada kesempurnaan buat kita, kecuali kalo kita merasa cukup dan merasa kecukupan itu adalah sebuah kesempurnaan.

6. Minta maaf. Ayolah... jangan takut. Jangan ngebuat sebuah 'minta maaf' menjadi sesuatu sulit diucapkan. Tapi benar-benar di ambil dan dijaga arti sebuah minta maaf tersebut. Ntar keseringan begitu, minta maaf mulu lagi. Support satu sama lain, dan jaga perasaan satu sama lain.

Hm..

Kalo kita yang dimarahin :

1. Jangan merasa ngedown. Mungkin boleh, ya dikit aja lah jangan banyak-banyak dan lama-lama. Maksud gue ya ayolah. Masalah belom tentu bertambah baik dengan bersedih hati. Lihat kembali diri kita, jadiin ini batu loncatan untuk mencapai sesuatu yang lebih tinggi lagi, okay?

2. Berusaha untuk sabar. Ini adalah hal yang penting untuk tidak membuat keributan yang lebih besar lagi. Bersikaplah lebih dewasa dibanding yang memarahi. Lakukanlah tingkah yang nggak membuat kemarahan orang itu makin besar dan cepat selesai. Jangan buang waktu, nak. Waktu adalah uang.

Sok suci banget gua. Kampret.

3. Jika ditanya, berilah alasan yang logis. Kenapa? Orang marah itu perlu penjelasan, kenapa sesuatu yang mereka inginkan tidak terlaksana, tidak tercapai, tidak kesampean atau apalah. Berilah alasan yang jelas, dengan awalan membuat orang tersebut cukup tenang untuk menerima masukan. Yekali, orang yang masih ngamuk kayak beruang grizzly nyari mangsa masih mau diajak ngomong.

4. Terima kesalahan dan kenyataan, lalu menatap kedepan. Kalo emang kita salah, kita akui kesalahan. Kalo nggak salah, yang marah lah yang salah tapi terima kenyataan kalo kita yang dimarahin. Terima kenyataan, anggap hal ginian tuh yang ngebuat kita bangun dan jadi pribadi yang lebih kuat di masa depan. Kayak bang Arnold Schwarzenegger waktu di jaman keemasaannya main pelem. Ah.. those days....

5. Mau terima minta maaf. Ayolah... terima. Minta maaf itu nggak gampang lho. Jangan jual mahal, tapi nanti jangan ngebuat sebuah permintaan maaf yang awalnya sulit dikeluarkan itu menjadi sangat mudah dikeluarkan juga. Support satu sama lain itu penting dalam menjaga hal beginian.

Yah segitu aja dulu post gue.

Setelah gue ngepost ini, gue pun hanya bisa berfikir "Apa yang barusan gue tulis.... oh tidak. Udah terlanjut di tulis." dan setelah pengen ngereview malu sendiri dan hampir mual. Rasanya post ini terlalu motivational...

Gue butuh promag. Emang gue apaan? Hadi Teguh Platinum Ways? Atau Dokter Hayke yang ngebahas masalah-masalah kemanusiaan yang sampai sekarang kurang laku? Apalah gue ini, cuma sebuah pelajar bodoh yang mencoba menulis sesuatu yang keluar dari kepalanya sendiri pas lagi ngupil.

This post is for you, ny. I really mean it.

Dan, gue udah terlalu banyak membuat perilaku konyol kepada orang-orang disekitar gue. Emosi-emosi gue yang mengarah negatif mungkin telah membuat orang disekitar gue merasa sebal akan hadirnya gue di kehidupan mereka. Tapi comeon... gue mencoba menjadi Hadi terbaik yang mungkin akan kalian kenal seumur hidup kok.... Maafkan gue ya kalo banyak salah. Banyak sih....

Well sebelumnya gue bilang gue mencoba menjadi Hadi terbaik yang mungkin akan kalian kenal seumur hidup kalian, tapi sayangnya....


Well yeah. Nama gue termasuk nama terpopuler di Indonesia. Good luck, me. Masih panjang jalan gue menjadi Hadi yang terbaik buat orang-orang yang gue kenal dan kenal dengan gue.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
INI POST SERIUS BANGET KAMBING. AH IM DONE.

Btw this is the end of the post,

After all, this post is just one of my random thoughts.

Xixixixi.

See ya later.